Setelah memahami
pengertian bimbingan konseling, bab ini menguraikan berbagai hal yang menjadi
landasan pelayanan bimbingan konseling. Landasan tersebut sebagai berikut:
A. Landasan Filosofis
Kata
filosofi atau filsafat berasal dari bahasa Yunani “philos” yang berarti cinta
dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap
kebijaksanaan. Secara lebih luas, filsafat merupakan pemikiran yang
sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, serta
selengkap-lengkapnya tentang sesuatu. Pemikiran yang paling dalam, paling luas,
dan paling tinggi itu mengarah kepada pemahaman tentang hakikat sesuatu.
Pelayanan
bimbingan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya
diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran
filosofis tentang berbagai hal yang bersangkut paut dalam pelayanan bimbingan
dan konseling.
- Hakikat manusia
Para penulis Barat telah banyak yang mencoba untuk
memberikan deskripsi tentang hakikat manusia. Beberapa diantara deskripsi
tersebut mengemukakan:
·
Manusia adalah makhluk rasional yang mampu
berpikir dari mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
·
Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah
yang dihadapinya.
·
Manusia berusaha terus menerus memperkembangkan
dan menjadikan dirinya sendiri
·
Manusia dilahirkn dengan potensi untuk menjadi
lebih baik dan buruk, dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan
atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
Deskripsi
diatas telah memberikan gambaran secara mendasar tentang manusia. Gambaran
tersebut sebagai berikut:
·
Manusia adalah makhluk.
·
Manusia adalah makhluk yang tertinggi dan
termulia derajatnya.
·
Keberadaan manusia dilengkapi dengan empat
dimensi kemanusiaan.
Hakikat
manusia yang tergambar diatas akan terwujud selama manusia itu ada. Untuk
mengoptimalisasikan perwujudan kemanusiaan itu, upaya-upaya pendidikan,
pembudayaan dan konseling perlu diselenggarakan. Di sisi lain upaya-upaya
ituperlu didasarkan pada pemahaman tentang hakikat manusia agar upaya-upaya
tersebut lebih efektif dan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
- Tujuan dan tugas kehidupan
Witney
dan Sweeney mengemukakan cirri-ciri hidup sehat sepanjang hayat dalam lima kategori tugas
kehidupan, yaitu berkenaan dengan:
·
Spiritualitas
Ketiga dimensi spiritualitas menjadi pendorong dan sekaligus memberikan
kekuatan bagi pencapaian hidup yang sehat, bahagia dan sejahtera.
·
Pengaturan diri
Seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat sejumlah
ciri. Dengan ciri-ciri tersebut seseorang akan mampu mengkoordinasikan hidupnya
dengan pola tingkah laku yang bertujuan, tidak sekadar acak, melalui
pengarahan, pengendalian, dan pengelolaan diri sendiri demi peningkatan dirinya
sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat luas.
·
Bekerja
Dengan bekerja, seseorang akan memperoleh keuntungan ekonomis, keuntungan
psikologis, keuntungan social yang kesemuanya itu akan menunjang kehidupan yang
sehat bagi diri sendiri dan orang lain.
·
Persahabatan
Persahabatan merupakan hubungan social baik antar individu maupun dalam
masyarakat secara lebih luas, yang tidak melibatkan unsur-unsur perkawinan dan
keterikatan ekonomis. Persahabatan memberikan tiga keutamaan kepada hidup yang
sehat, yaitu:
a.
Dukungan emosional-kedekatan, perlindungan, rasa aman,
kegembiraan.
b.
Dukungan keberadaan-penyediaan kebutuhan fisik
sehari-hari, bantuan keuangan
c.
Dukungan informasi-pemberian data yang diperlukan,
petunjuk, peringatan, nasihat
·
Cinta
Dengan cinta hubungan seseorang dengan orang lain cenderung menjadi amat
intim, saling mempercayai, saling terbuka, saling bekerjasama dan saling memberikan
komitmen yang kuat. Perkawinan dan persahabatan secara signifikan menyumbang
pada kebahagiaan hidup.
Tujuan hidup yang dicapai melalui
pemenuhan tugas-tugas kehidupan menurut model Witner & Sweeney itu telah
memperlihatkan dimensi pokok kehidupan manusiayang memang perlu dikembangkan,
terutama dimensi spiritual, psikologis dan sosio emotional.
Hakikat
manusia dengan dimensi-dimensinya serta dengan segenap tujuan dan tugas
kehidupannya menjadi landsan bagi konsepsi dan penyelenggaraan bimbingan
konseling. Manusia adalah segala-galanya bagi pelayanan bimbingan konseling. Oleh
karena itu pemahaman tentang seluk beluk manusia merupakan sesuatu yang wajib
bagi para konselor.
B. Landasan Religius
Dalam
pembahasan lebih lanjut tentang landasan religius bagi layanan bimbingan
konseling perlu ditekankan tiga hal pokok, yaitu:
- Manusia Sebagai Makhluk Tuhan
Keyakinan
bahwa manusia adalah makhluk Tuhan menekankan pada ketinggian derajat dan
keindahan manusia itu serta peranannya sebagai khalifah di muka bumi.
Keberhasilan kepemimpinan manusia akan mewujudkan kemuliaan kemanusiaan (kemuliaan
makhluk-makhluk lain juga). Tuhan Yang Maha Pemurah memberikan segenap
kemampuan potensial kepada manusia.. Penerapan segenap kemampuan potensial itu
secara langsung berkaitan dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Sikap Keberagamaan
Sikap
yang mendorong perkembangan dan peri kehidupan manusia berjalan kearah dan
sesuia dengan kaidah-kaidah agama .
- Peranan Agama
Upaya
yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan
perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan
yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan
pemecahan masalah individu. Upaya pemuliaan kemanusiaan manusia mendapatkan
tempat yang amat penting dan strategis. UU dan tujuan pendidikan menempatkan
agama dalam bab tersendiri. Berkaitan dengan semua itu, dalam BK juga
diperankan kaidah-kaidah agama.
Landasan
religius dalam BK pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan
dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya menjadi focus netral upaya bimbingan
konseling. Karena di dalam masyarakat agama itu banyak macamnya, maka konselor
harus dengan sangat hati-hati dan bijaksana menerapkan landasan religius itu
terhadap klien yang berlatar belakang agama yang berbeda.
C. Landasan Psikologis
Untuk
keperluan bimbingan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologi
perlu dikuasai, yaitu:
1.
Motif dan motivasi
Motif
adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini hidup
pada diri seseorang dan setiap kali mengusik serta menggerakkan orang itu untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang terkandung di dalam dorongan itu
sendiri. Dengan demikian suatu tingkah laku yang didasarkan pada motif tertentu
tidaklah bersifat sembarang atau acak, melainkan mengandung isi atau tema sesuai
dengan motif yang mendasarinya.
Motivasi
erat sekali hubungannya dengan perhatian.Tingkah laku yang didasari oleh motif
tertentu biasanya terarah pada suatu objek yang sesuai dengan isi atau tema
kandungan motifnya.
2.
Pembawaan dan lingkungan
Setiap
individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa
yang dibawa sejak lahir itu disebut pembawaan. Dalam arti luas, pembawaan
meliputi berbagai hal seperti warna kulit, bentuk dan warna rambut, golongan
darah, bakat, kecerdasan, kecenderungan ciri-ciri kepribadian tertentu.
Kondisi
yang menjadi pembawaan itu selanjutnya akan terus tumbuh dan berkembang. Untuk
dapat tumbuh dan berkembangnya apa-apa yang dibawa sejak lahir itu diperlukan
sarana dan prasarana yang semuanya berada pada lingkungan individu yang
bersangkutan. Optimalisasi hasil pertumbuhan dan perkembangan isi pembawaan itu
amat tergantung pada tersedia dan dinamika prasarana serta sarana yang ada di
lingkungan itu.
3.
Perkembangan individu
McCandless
menekankan pentingnya peranan dorongan biologis dan dorongan cultural dalam
perkembangan individu. Freud menekankan pada dorongan seksual, dan Havigurtst
menampilkan istilah tugas perkembangan. Tugas perkembangan tersebut dibentuk
oleh unsur- biologis, psikologis dan cultural yang ada pada diri dan lingkungan
individu. Tugas perkembangan itu sebagai berikut:
·
Perkembangan masa bayi dan kanak-kanak (0-5 th)
·
Perkembangan anak-anak (6-11 th)
·
Perkembangan masa remaja (12-18 th)
·
Perkembangan masa dewasa awal (19-30 th)
Lebih
jauh tugas perkembangan masa dewasa terkait dengan tugas kehidupan yaitu
beragama, bekerja, berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa.
4.
Belajar, balikan dan penguatan
Inti
perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan
memanfaatkan apa yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan sesuatu yang
baru itulah tujuan belajar,dan pencapaiannyaitu adalah perkembangan. Perlu
diingat bahwa:
·
Terjadinya perubahan dan/atau tercapainya
sesuatu yang baru pada diri individu itu tidak berlangsung dengan sendirinya
tapi perlu diupayakan.
·
Proses belajar tidak terjadi di dalam kekosongan
melainkan dalam suatu kondisi tertentu.
·
Hasil belajar yang diharapkan adalah sesuatu
yang baru baik dalam kawasan kognitif, afektif, konotatif maupun psikomotorik.
·
Kegiatan belajar sering kali memerlukan sejumlah
sarana, baik berupa peralatan maupun suasana hati dan hubungan sosio-emosional.
·
Hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar
hendaknya dapat diketahui dan diukur
·
Upaya belajar merupakan upaya yang
berkesinambungan.
Para ahli telah mengembangkanteori model belajar, dimana
teori itu perlu dikenal oleh konselor dan dipahami berbagai kemungkinan
penerapannya bagi pengembangan kegiatan belajar klien.
5.
Kepribadian
Sering
dikatakan bahwa ciri seseorang adalah kepribadiannya. Mengenai pegertian
kepribadian ini para ahli psikologi umumnya memusatkan memusatkan factor-faktor
fisik dan genetika, berpikir dan pengamatan, serta dinamika motivasi dan
perasaan. Sejumlah hasil studi menunjukkan adanya hubungan antara bentuk tubuh
dengan ciri kepribadian. Demukian pola berpikir juga terkait pada cirri-ciri
kepribadian.
Landasan
psikologi mengisyaratkan bahwa tidak mungkin bagi seorang konselor dapat
berfungsi secara efektif dan tepat tanpa memanfaatkan kaidah-kaidah filsafat
dan psikologi. Dan menurut Belkin psikologi bukanlah akar gerakan bimbingan
konseling, meskipun psikologi amat penting sebagai salah satu sarana penujang
bagi kesuksesan layanan bimbingan konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Amti
E. & Prayitno. 1994. Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta
Mugiarso
H., dkk. 2009. Bimbingan dan Konseling.
Semarang: UNNES
PRESS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar