Senin, 18 Juni 2012

model BK


1.      Model Bimbingan Konseling
Pelayanan bimbingan konseling di lembaga pendidikan formal diselenggarakan dalam rangka suatu program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Suatu program bimbingan dan konseling dapat disusun dengan berdasarkan pada suatu kerangka berfikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.
Model-model bimbingan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk mengahdapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah di AS.
·         Frank Parsons yang menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
·         William M. proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan funsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstrakurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita siswa.
·         John M. Brewer, (1932) yang mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan. Model ini tidak hanya mengenai bimbingan jabatan saja.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli mengenai model bimbingan konseling diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling tidak hanya menekankan ragam jabatan saja melainkan juga mengembangkan ragam bimbingan dalam memberikan bantuan kepada kepada siswa. Selain itu Kehas berpandangan tentang sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggungjawaban teoritis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika, yaitu:
·         Organisasi professional di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling daripada layanan bimbingan pada umumnya.
·         Perbedaan konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur.
·         Pelayanan bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah, sehingga fungsi khas dari bimbingan tinggal samar-samar saja.
·         Pemikirannya teoritis.
·         Terdapat anggapan.
2.      Pola Bimbingan Konseling
Menurut hasil analisis Edward c. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar sebagai berikut:
a.       Pola generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa.
b.      Pola spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu sperti  testing psikologis, bimbingan karir dan bimbingan konseling.
c.       Pola kurikuler, kegitatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan.
d.      Pola relasi-relasi manusia dan kesehatan mental, orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain.
Selain keempat pola diatas, ada juga pola umum 17 yakni pola dasar dalam bimbingan konselingyang saat ini dilaksanakan di lingkungan pendidikan tingkat SLP dan SLA. Pola ini meliputi empat aspek, yaitu:
·         Aspek pengetahuan wawasan bimbingan konseling meliputi : konsep dasar, fungsi, landasan, asas dan prinsip bimbingan konseling
·         Aspek bidang bimbingan yakni: bidang bimbingan pribadi, social, belajar dan klien
·         Aspek layanan meliputi: layanan informasi, orientasi, penempatan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok
·         Kegiatan pendukung yaitu aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus.

3.      Model BK di Indonesia
Menurut saya model yang dianut adalah sebagai berikut:
·         Frank Parsons yang menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
·         William M. proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan funsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstrakurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita siswa.
·         John M. Brewer, (1932) yang mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan. Model ini tidak hanya mengenai bimbingan jabatan saja.
·         Julius Menacker, (1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan medel ini adalah pandangan tingkah laku seseorang seharusnya dilihat sebagai hasil interaksi antara lingkungan hidup dengan individu.

4.      Pola BK di Indonesia
Pola yang dianut Indonesia menurut saya adalah pola 17 yang sekarang menjadi pola 17+. Program layanan bimbingan konseling tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung dengan profesionalismenya guru BK tersebut dalam melayani siswanya secara terprogram. Layanan konseling yang diberikan kepada peserta didik untuk belajar dengan efektif. Efektivitas konseling dapat tercapai apabila seorang konselor menerapkan pola 17, sebab pola ini mencakup semua aspek yang dapat mendorong porses dan program di sekolah-sekolah di Indonesia. Apabila pola 17+ ini dapat dilaksanakan secara maksimal, terprogram, dan berkualitas, dapat menunjang hasil belajar siswa. Pelaksanaan bimbingan konseling pola 17+ tersebut dapat maksimal apabila dalam kurikulum diberikan alokasi waktu minimal 1 jam pelajaran sehingga semua aspek dalam pola 17+ dapat diberikan pada seluruh siswa bukan hanya pada siswa yang bermasalah.










DAFTAR PUSTAKA


Mugiarso, Heru dkk. 2006. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UNNES PRESS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar